Minggu, 04 November 2012

Pemberontakan Suriah

Pemberontakan Suriah 2011-2012 adalah sebuah konflik kekerasan internal yang sedang berlangsung di Suriah. Ini adalah bagian dari Musim Semi Arab yang lebih luas, gelombang pergolakan di seluruh Dunia Arab. Demonstrasi publik dimulai pada tanggal 26 Januari 2011, dan berkembang menjadi pemberontakan nasional. Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Bashar al-Assad, penggulingan pemerintahannya, dan mengakhiri hampir lima dekade pemerintahan Partai Ba'ath. Pemerintah Suriah dikerahkan Tentara Suriah untuk memadamkan pemberontakan tersebut, dan beberapa kota yang terkepung. Menurut saksi, tentara yang menolak untuk menembaki warga sipil dieksekusi oleh tentara Suriah. Pemerintah Suriah membantah laporan pembelotan, dan menyalahkan "gerombolan bersenjata" untuk menyebabkan masalah pada akhir 2011, warga sipil dan tentara pembelot dibentuk unit pertempuran, yang dimulai kampanye pemberontakan melawan Tentara Suriah.

Para pemberontak bersatu di bawah bendera Tentara Pembebasan Suriah dan berjuang dengan cara yang semakin terorganisir, namun komponen sipil dari oposisi bersenjata tidak memiliki kepemimpinan yang terorganisir. Pemberontakan memiliki nada sektarian, meskipun tidak faksi dalam konflik tersebut telah dijelaskan sektarianisme sebagai memainkan peran utama. Pihak oposisi didominasi oleh Muslim Sunni, sedangkan angka pemerintah terkemuka adalah Alawit Muslim Syiah. Assad dilaporkan didukung oleh Alawi paling dan banyak orang Kristen di negara ini.

Data termutakhir dari Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR) menunjukkan ada 106.280 orang pengungsi Suriah di Lebanon. Sedikitnya ada 77.000 pengungsi Suriah yang terdaftar di UNHCR dan masih ada lagi 33.000 pengungsi Suriah yang masuk dalam daftar tunggu. Andai krisis Suriah tak kunjung usai, UNHCR memprediksikan akan terjadi peningkatan jumlah pengungsi sampai dengan akhir 2012. Diperkirakan jumlah pengungsi Suriah di Lebanon akan menyentuh angka 120.000 orang. Selain itu jika pemberontakan Suria tak kunjung selesei maka akan memakan banyak korban lagi.

Pemukiman Kumuh Di Jakarta

Masalah kemiskinan di Jakarta bukanlah merupakan hal yang baru . Jumlah penduduk miskin di DKI Jakarta pada bulan Maret 2012 mencapai 363,20 ribu orang (3,69 persen) walaupun dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 sebesar 363,42 ribu orang (3,75 persen), berarti jumlah penduduk miskin menurun sebesar 0,22 ribu. Meskipun angka kemiskinan di Jakarta menurun tetap saja itu bukanlah jumlah yang sedikit.

Banyak contoh kasus kemiskinan yang ada di wilayah jakarta salah satunya adalah banyak berdirinya rumah yang tidak layak huni yang bertebaran dipinggiran kota jakarta diantaranya adalah pemukiman kumuh yang ada di pinggir Sungai Ciliwung. Permukiman kumuh di seluruh wilayah DKI Jakarta sekitar 20% dari total 425 kilometer persegi wilayah kawasan permukiman. Banyak berdirinya rumah kumuh ini merupakan cermin kemiskinan yang ada di kota Jakarta. 

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus berupaya menyediakan tempat tinggal dengan biaya sewa murah untuk warga DKI Jakarta yang berekonomi menengah ke bawah. Salah satu caranya mengubah pemukiman kumuh menjadi layak huni dengan tetap mengedepankan warga yang sebelumnya telah menetap di wilayah tersebut. Menurutnya, Gubernur DKI Jokowi siap merealisasikan pemberantasan kawasan rumah. Jokowi sudah memerintahkan Dinas Perumahan untuk bekerja keras. Untuk tahap awal, Jokowi menargetkan 100 RW akan bebas kumuh dalam waktu satu tahun ke depan. Estimasi biaya untuk memberantas kawasan kumuh ini mencapai Rp 40 miliar per RW.

KRISIS AIR BERSIH MELANDA ASIA TENGGARA

Di Asia tenggara memiliki banyak masalah sosial salah satunya adalah masalah krisis air bersih yang melanda kawasan asia tenggara. Air bersih sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari , di kawasan asia tenggara seperti Myanmar, Singapura, Filipina dan Malaysia dikhawatirkan masalah krisis air bersih ini akan berdampak sampai beberapa tahun yang akan datang. Seperti yang disampaikan Jacques Diouf, Direktur Jenderal Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), saat ini penggunaan air di dunia naik dua kali lipat lebih dibandingkan dengan seabad silam, namun ketersediaannya justru menurun. Akibatnya, terjadi kelangkaan air yang harus ditanggung oleh lebih dari 40 persen penduduk bumi. Kondisi ini akan kian parah menjelang tahun 2025 karena 1,8 miliar orang akan tinggal di kawasan yang mengalami kelangkaan air secara absolut. Kekurangan air telah berdampak negatif terhadap semua sektor, termasuk kesehatan. Tanpa akses air minum yang higienis mengakibatkan 3.800 anak meninggal tiap hari oleh penyakit.  
         
Faktor utama krisis air adalah perilaku manusia guna mencukupi kebutuhan hidup yaitu perubahan tata guna lahan untuk keperluan mencari nafkah dan tempat tinggal. Sebagian besar masyarakat di Asia Tenggara khususnya Indonesia, menyediakan air minum secara mandiri, tetapi tidak tersedia cukup informasi tepat guna hal hal yang terkait dengan persoalan air, terutama tentang konservasi dan pentingnya menggunakan air secara bijak. Masyarakat masih menganggap air sebagai benda sosial.

Populasi yang terus bertambah dan sebaran penduduk yang tidak merata. Pemanfaatan sumberdaya air bagi kebutuhan umat manusia semakin hari semakin meningkat. Hal ini seirama dengan pesatnya pertumbuhan penduduk di dunia, yang memberikan konsekuensi logis terhadap upaya-upaya pemenuhan kebutuhan hidupnya. Disatu sisi kebutuhan akan sumberdaya air semakin meningkat pesat dan disisi lain kerusakan dan pencemaran sumberdaya air semakin meningkat pula sebagai implikasi industrialisasi dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan penyebaran yang merata sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Selain itu meningkatnya jumlah populasi juga berdampak pada sanitasi yang buruk yang akan berpengaruh besar pada kualitas air.

Kerusakan lingkungan yang makin parah akibat penggundulan hutan merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air (catchment area) telah rusak karena penebangan liar. Laju kerusakan di semua wilayah sumber air semakin cepat, baik karena penggundulan di hulu maupun pencemaran di sepanjang DAS. Kondisi itu akan mengancam fungsi dan potensi wilayah sumber air sebagai penyedia air bersih.

Pemanasan global juga memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya es di gunung dan kutub, berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan dampak buruk lainnya. Seiring dengan semakin panasnya permukaan bumi, tanah tempat di mana air berada juga akan cepat mengalami penguapan untuk mempertahankan siklus hidrologi. Air permukaan juga mengalami penguapan semakin cepat sedangkan balok-balok salju yang dibutuhkan untuk pengisian kembali persediaan air tawar justru semakin sedikit dan kecil. Saat ini pencemaran air sungai, danau dan air bawah tanah meningkat dengan pesat. Sumber pencemaran yang sangat besar berasal dari manusia, dengan jumlah 2 milyar ton sampah per hari, dan diikuti kemudian dengan sektor industri dan perstisida dan penyuburan pada pertanian (Unesco, 2003). Sehingga memunculkan prediksi bahwa separuh dari populasi di dunia akan mengalami pencemaran sumber-sumber perairan dan juga penyakit berkaitan dengannya.

Menanggapi masalah kekurangan air bersih di beberapa negara di Asia Tenggara, ASEAN sebagai organisasi regional dapat dijadikan wadah untuk diskusi mendapat solusi atas permasalahan yang ada. Untuk regulasi dan penetapan kebijakan merupakan tanggungjawab dari setiap negara di kawasan Asia Tenggara. Beberapa solusi yang dapat ditawarkan diantaranya :
  1. Perbaikan system sanitasi di setiap negara, bisa melibatkan lembaga Internasional seperti WHO.
  2. Reboisasi terhadap hutan, mengingat kawasan Asia Tenggara memiliki kawasan hutan yang luas.
  3. Kerjasama regional dalam hal pelestarian dan pengawasan hutan di kawasan Asia Tenggara.