Di Asia tenggara memiliki banyak masalah sosial salah satunya adalah masalah krisis air bersih yang melanda kawasan asia tenggara. Air bersih sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari , di kawasan asia tenggara seperti Myanmar, Singapura, Filipina dan Malaysia dikhawatirkan masalah krisis air bersih ini akan berdampak sampai beberapa tahun yang akan datang. Seperti yang disampaikan Jacques Diouf, Direktur Jenderal Organisasi
Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), saat ini penggunaan air di dunia naik
dua kali lipat lebih dibandingkan dengan seabad silam, namun
ketersediaannya justru menurun. Akibatnya, terjadi kelangkaan air yang
harus ditanggung oleh lebih dari 40 persen penduduk bumi. Kondisi ini
akan kian parah menjelang tahun 2025 karena 1,8 miliar orang akan
tinggal di kawasan yang mengalami kelangkaan air secara absolut.
Kekurangan air telah berdampak negatif terhadap semua sektor, termasuk
kesehatan. Tanpa akses air minum yang higienis mengakibatkan 3.800 anak
meninggal tiap hari oleh penyakit.
Faktor utama krisis air adalah perilaku manusia guna mencukupi
kebutuhan hidup yaitu perubahan tata guna lahan untuk keperluan mencari
nafkah dan tempat tinggal. Sebagian besar masyarakat di Asia Tenggara
khususnya Indonesia, menyediakan air minum secara mandiri, tetapi tidak
tersedia cukup informasi tepat guna hal hal yang terkait dengan
persoalan air, terutama tentang konservasi dan pentingnya menggunakan
air secara bijak. Masyarakat masih menganggap air sebagai benda sosial.
Populasi yang terus bertambah dan sebaran penduduk yang tidak merata. Pemanfaatan sumberdaya air bagi kebutuhan umat manusia semakin hari
semakin meningkat. Hal ini seirama dengan pesatnya pertumbuhan penduduk
di dunia, yang memberikan konsekuensi logis terhadap upaya-upaya
pemenuhan kebutuhan hidupnya. Disatu sisi kebutuhan akan sumberdaya air
semakin meningkat pesat dan disisi lain kerusakan dan pencemaran
sumberdaya air semakin meningkat pula sebagai implikasi industrialisasi
dan pertumbuhan populasi yang tidak disertai dengan penyebaran yang
merata sehingga menyebabkan masih tingginya jumlah orang yang belum
terlayani fasilitas air bersih dan sanitasi dasar. Selain itu
meningkatnya jumlah populasi juga berdampak pada sanitasi yang buruk
yang akan berpengaruh besar pada kualitas air.
Kerusakan lingkungan yang makin parah akibat penggundulan hutan
merupakan penyebab utama kekeringan dan kelangkaan air bersih. Kawasan
hutan yang selama ini menjadi daerah tangkapan air (catchment area)
telah rusak karena penebangan liar. Laju kerusakan di semua wilayah
sumber air semakin cepat, baik karena penggundulan di hulu maupun
pencemaran di sepanjang DAS. Kondisi itu akan mengancam fungsi dan
potensi wilayah sumber air sebagai penyedia air bersih.
Pemanasan global juga memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan
melelehnya es di gunung dan kutub, berkurangnya ketersediaan air,
naiknya permukaan air laut dan dampak buruk lainnya. Seiring dengan
semakin panasnya permukaan bumi, tanah tempat di mana air berada juga
akan cepat mengalami penguapan untuk mempertahankan siklus hidrologi.
Air permukaan juga mengalami penguapan semakin cepat sedangkan
balok-balok salju yang dibutuhkan untuk pengisian kembali persediaan air
tawar justru semakin sedikit dan kecil. Saat ini pencemaran air sungai,
danau dan air bawah tanah meningkat dengan pesat. Sumber pencemaran
yang sangat besar berasal dari manusia, dengan jumlah 2 milyar ton
sampah per hari, dan diikuti kemudian dengan sektor industri dan
perstisida dan penyuburan pada pertanian (Unesco, 2003). Sehingga
memunculkan prediksi bahwa separuh dari populasi di dunia akan mengalami
pencemaran sumber-sumber perairan dan juga penyakit berkaitan
dengannya.
Menanggapi masalah kekurangan air bersih di beberapa negara di Asia
Tenggara, ASEAN sebagai organisasi regional dapat dijadikan wadah untuk
diskusi mendapat solusi atas permasalahan yang ada. Untuk regulasi dan
penetapan kebijakan merupakan tanggungjawab dari setiap negara di
kawasan Asia Tenggara. Beberapa solusi yang dapat ditawarkan diantaranya
:
- Perbaikan system sanitasi di setiap negara, bisa melibatkan lembaga Internasional seperti WHO.
- Reboisasi terhadap hutan, mengingat kawasan Asia Tenggara memiliki kawasan hutan yang luas.
- Kerjasama regional dalam hal pelestarian dan pengawasan hutan di kawasan Asia Tenggara.